Pengguna Boraks masih Ditemukan di Indramayu
INDRAMAYU - Meski Pemerintah Kabupaten Indramayu telah melarang penggunaan berbagai zat pengawet terlarang seperti formalin dan boraks pada makanan, tapi sejumlah pedagang di Pasar Baru Indramayu ternyata masih menggunakannya. Di antaranya, dilakukan oleh pedagang bakso.
Saat jajaran Disperindag Kab Indramayu dan jajaran Polres Indramayu mengadakan inspeksi mendadak (sidak), Sudirman, pedagang bakso tersebut, dengan jujur mengakui menggunakan boraks dalam adonan baksonya. ''Saya menggunakan boraks agar bakso menjadi kenyal dan tidak lembek. Saya tidak tahu kalau penggunaan borak tersebut dilarang dan berbahaya bagi kesehatan,'' katanya, Jumat (20/1).
Selain menemukan pedagang yang menggunakan boraks, kegiatan sidak yang dipimpin oleh Kadisperindag Kab Indramayu, Syahri Tohir, juga menemukan pedagang yang menjual boraks. Pihak Disperindag dan jajaran Polres Indramayu pun, langsung menyita boraks tersebut. ''Langkah pertama yang akan kita lakukan adalah memberi peringatan dan pengarahan kepada para pedagang. Namun jika ternyata para pedagang itu masih membandel, maka kita akan mencabut izin usahanya,'' kata Syahri saat ditemui di tengah-tengah acara sidak di Pasar Baru Indramayu itu.
Dikatakan Syahri, kegiatan sidak itu akan terus dilakukan secara rutin sebulan sekali. Dengan demikian, kata dia, penggunaan berbagai macam zat terlarang yang ada dalam makanan, dapat dengan cepat diketahui. Sementara itu, sejumlah pedagang di Pasar Baru Indramayu menyatakan keluhan terjadinya penurunan omzet sejak isu formalin dan boraks merebak. Angka penurunan itu mencapai lebih dari 50 persen.
Seperti yang diungkapkan salah seorang pedagang ikan asin, Munaningsih. Ia mengungkapkan, dalam kondisi normal, omzet penjualannya mencapai Rp 1 juta per hari. Namun sejak isu formalin merebak, omzet penjualannya menurun drastis hingga hanya Rp 400 ribu per hari. Hal senada diungkapkan Tatang, salah seorang pedagang tahu basah. Kata dia, omzet penjualannya kini hanya mencapai 500 potong tahu per hari. Padahal, kata dia, sebelum isu formalin merebak, jumlah tahu dagangannya yang terjual mencapai 2.000 potong per hari. ''Kami minta agar aparat terkait segera menyelesaikan masalah formalin ini karena hal itu telah merugikan banyak pedagang, terutama yang tidak menggunakan formaslin dan boraks,'' kata Tatang menandaskan.
Saat jajaran Disperindag Kab Indramayu dan jajaran Polres Indramayu mengadakan inspeksi mendadak (sidak), Sudirman, pedagang bakso tersebut, dengan jujur mengakui menggunakan boraks dalam adonan baksonya. ''Saya menggunakan boraks agar bakso menjadi kenyal dan tidak lembek. Saya tidak tahu kalau penggunaan borak tersebut dilarang dan berbahaya bagi kesehatan,'' katanya, Jumat (20/1).
Selain menemukan pedagang yang menggunakan boraks, kegiatan sidak yang dipimpin oleh Kadisperindag Kab Indramayu, Syahri Tohir, juga menemukan pedagang yang menjual boraks. Pihak Disperindag dan jajaran Polres Indramayu pun, langsung menyita boraks tersebut. ''Langkah pertama yang akan kita lakukan adalah memberi peringatan dan pengarahan kepada para pedagang. Namun jika ternyata para pedagang itu masih membandel, maka kita akan mencabut izin usahanya,'' kata Syahri saat ditemui di tengah-tengah acara sidak di Pasar Baru Indramayu itu.
Dikatakan Syahri, kegiatan sidak itu akan terus dilakukan secara rutin sebulan sekali. Dengan demikian, kata dia, penggunaan berbagai macam zat terlarang yang ada dalam makanan, dapat dengan cepat diketahui. Sementara itu, sejumlah pedagang di Pasar Baru Indramayu menyatakan keluhan terjadinya penurunan omzet sejak isu formalin dan boraks merebak. Angka penurunan itu mencapai lebih dari 50 persen.
Seperti yang diungkapkan salah seorang pedagang ikan asin, Munaningsih. Ia mengungkapkan, dalam kondisi normal, omzet penjualannya mencapai Rp 1 juta per hari. Namun sejak isu formalin merebak, omzet penjualannya menurun drastis hingga hanya Rp 400 ribu per hari. Hal senada diungkapkan Tatang, salah seorang pedagang tahu basah. Kata dia, omzet penjualannya kini hanya mencapai 500 potong tahu per hari. Padahal, kata dia, sebelum isu formalin merebak, jumlah tahu dagangannya yang terjual mencapai 2.000 potong per hari. ''Kami minta agar aparat terkait segera menyelesaikan masalah formalin ini karena hal itu telah merugikan banyak pedagang, terutama yang tidak menggunakan formaslin dan boraks,'' kata Tatang menandaskan.
0 Komentar:
Post a Comment
<< Halaman Index