Thursday, February 02, 2006

Pulau Gosong Tenggelam Karena Gelombang Pasang, Penjaga Menara Suar & Nelayan Terjebak di Pulau Biawak

INDRAMAYU,
Banjir dan gelombang pasang yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ternyata meneggelamkan Pulau Gosong, salah satu pulau di Kepulauan Rakit, sekira 40 mil laut dari pantura Kab. Indramayu. Permukaan pulau karang yang kini berbentuk cincin karena tengahnya diambil untuk fondasi Kilang Pertamina UP-VI Balongan, dikabarkan tidak terlihat karena tertutup permukaan laut Jawa.

Tenggelamnya Pulau Gsong diungkapkan Plt Kepala Syahbandar Indramayu, Sofyandi kepada , Selasa (31/1). Dia menuturkan, cuaca buruk tidak hanya terjadi di daratan Pulau Jawa atau pesisir Pantura Indramayu dan Cirebon, tetapi juga terjadi di perairan Laut Jawa termasuk di sekitar Kepulauan Rakit.

Selain hujan lebat, di perairan juga sering terjadi gelombang pasang disertai badai Rakit yang selama ini menjadi hal yang menakutkan bagi dunia pelayaran di Laut Jawa wilayah Jabar. Gelombang dan angin, membuat wilayah perairan Laut Jawa sangat berbahaya bagi pelayaran, khususnya untuk kapal kecil seperti kapal-kapal nelayan.

Berdasarkan hasil pemantauan, ketinggian gelombang mencapai 6 - 7 meter, padahal normalnya hanya 3 meter. Sementara itu, kecepatan angin mencapai 48 sampai 50 knot, sedangkan kecepatan normal di bawah 25 knot. "Cuacanya sangat berbahaya bagi pelayaran, khususnya kapal kecil seperti kapal kayu maupun kapal nelayan. Kami sudah memberitahukan ke seluruh nelayan untuk tidak nekat melaut," ujar Sofyandi.

Tinggi gelombang, disertai hujan lebat di perairan, menyebabkan Pulau Gosong, dalam seminggu ini tenggelam. Pulau yang luasnya mencapai 100 ha itu tidak terlihat karena tertutup lautan. "Laporan yang kami terima, Pulau Gosong tidak terlihat permukaannya karena tertutup lautan," tuturnya.

Biasanya, permukaan Pulau Gosong bisa terlihat dari menara lampu suar Pulau Biawak, pulau tetangga yang jaraknya sekira 4 mil laut, di Kepulauan Rakit. Banjir dan gelombang pasang juga menyebabkan pantai Pulau Cendikian, pulau karang lain di kepulauan itu seperti menyempit.

"Bila Gosong tenggelam, Pulau Cendekian pantainya menyempit. Hanya permukaan yang tinggi saja yang tidak tenggelam," ujar Sofyandi.

Dia menjelaskan, cuaca di perairan Laut Jawa kali ini merupakan yang terburuk dalam sejarah. Karenanya, nelayan diminta untuk tidak nekat memaksakan diri melaut, kalaupun melaut jangan terlalu ke tengah.

Terjebak

Buruknya cuaca di perairan juga menyebabkan tiga penjaga menara suar dan belasan nelayan terjebak di Pulau Biawak. Mereka tidak berani pulang karena menunggu gelombang pasang dan angin mereda.

Tiga orang penjaga menara suar juga sama dengan nelayan. Mereka ketakutan bila nekat berlayar ke Jawa (Indramayu) karena situasinya sangat tidak bersahabat. "Kami juga terima informasi penjaga menara suar dan belasan nelayan memilih tetap tinggal di Pulau Biawak. Mereka ketakutan untuk mendarat ke Pelabuhan Eretan (Kandanghaur) maupun Dadap (Juntinyuat)," tutur Sofyandi.

Pada cuaca buruk kali ini, para nelayan memilih berlindung di Pulau Biawak. Padahal biasanya, kalau gelombang tinggi dan angin kencang, tempat berlindung nelayan adalah Pulau Gosong yang bagian tengahnya telah berubah menjadi kolam karena tanahnya dikeruk untuk fondasi pembangunan Kilang Balongan.

"Biasanya nelayan berlindung di tengah Pulau Gosong. Sekarang karena tenggelam, nelayan pindah ke Pulau Biawak. Pulau Biawak kurang aman untuk bertambat, perahu tidak bisa langsung ke bibir pantai karena dilingkari karang (atol)," tutur dia.

Mengenai tiga penjaga menara suar, Sofyandi menuturkan, mereka tidak bisa pulang. Padahal sesuai jadwal harusnya sudah aplus (ganti tugas) dengan penjaga lainnya. "Tiga penjaga yang ada di Pulau Biawak harusnya sudah diganti penjaga lainnya seminggu lalu. Namun, karena cuaca buruk, akhirnya tak bisa mendarat. Sedangkan tiga penjaga yang dapat giliran jaga juga tidak berani ke Pulau Biawak," tuturnya

Yang menyedihkan, tambah dia, ada kabar kalau persediaan makanan penjaga menara suar dan juga belasan nelayan lainnya sudah habis. Mereka selama ini cuma bertahan dengan makan ikan yang ditangkap di pantai.

Sementara itu, besarnya gelombang dan angin kencang telah merusakan sedikitnya 30 unit perahu nelayan di Pantai Eretan Wetan, Kandanghaur. Tokoh nelayan setempat, H. Mansur Idris menuturkan, perahu rusak karena bertabrakan.